BAB
1
PERENCANAAN
DAN PENGENDALIAN OPERASI
1.1
Pengenalan
produksi
Proses pembuatan semen
yang digunakan adalah proses kering.
Pada proses kering kandungan air tepung
baku yang diumpankan dalam Kiln
sekitar 1%. Adapun proses pembuatan semen terdiri dari beberapa tahap berikut ini :
1. Penyediaan
Bahan Baku
2. Tahapan
Proses
Pada tahapan proses dibagi menjadi beberapa bagian yaitu
:
a. Penggilingan
dan pengeringan bahan baku
b. Homogenisasi
c. Pembakaran
tepung baku menjadi clinker
d. Pendinginan
clinker
e. Penggilingan
akhir
f. Pengepakan
semen
1.2
Penyediaan
bahan baku
Bahan baku utama
yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu kapur, dan tanah liat.
Sedangkan pasir silika, dan pasir besi sebagai bahan baku korektif dan bahan
pembantunya adalah gypsum dan trass. Batu kapur dan tanah liat di tambang
sendiri di Bukit Kromong yang terletak kurang lebih 1,5 km dari lokasi pabrik.
Sedangkan gypsum,pasir
silica dan pasir besi dibeli dari luar.
Gambar 1.1 Batu kapur
Gambar 1.2 Pasir silika
Gambar 1.3 Tanah liat
Gambar 1.4 Pasir besi
1.3
Peralatan
yang digunakan
Peralatan yang
digunakan pada proses pembuatan semen adalah sebagai berikut,
1. Limestone
Crusher
2. Reclaimer
3. Grinding
mill
4. Homogenizing
silo
5. Suspension
Preheater
6. Rotary
Dryer
7. Rotary
kiln
8. Grates
Cooler
9. Clinker
silo
10. Coal
mill
11. Pre-Grinding
Mill
12. Cement
mill
13. Cement
silo
BAB II
PERENCAAN DAN PENGENDALIAN OPERASI
2.1
Diagram
alir proses pembuatan semen
Gambar 2.1 Diagram alir proses
pembuatan semen
2.2
Tahapan
proses pembuatan semen
Tahapan dalam proses produksi semen
dibagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut,
1. Persiapan
material/bahan baku (Preparation of raw material)
2. Pembakaran
(burning)
3. Penggilingan
akhir (finish grinding)
4. Pengepakan
(packing)
Proses pembuatan semen yang dilakukan di PT.
Indocement Tunggal prakarsa dengan menggunakan proses kering (Dry process).
Dalam subbab ini akan dijelaskan secara dalam mengenai proses pembuatan semen
yang dilakukan.
2.3
Persiapan
material Baku (Preparation of Raw Material)
Tahap ini
meliputi proses penyediaan bahan baku dan proses pengolahan bahan baku seperti
crushing, pre-homogenizing, grinding, weighing, dan mixing (homogenizing).
2.3.1
Penyediaan
bahan baku
Proses awal
pembuatan semen dimulai dengan mempersiapkan bahan baku seperti Limestone,
clay,silica sand, gypsum, dan iron sand. Penyediaan bahan baku yang akan
ditambang adalah tugas pada bagian departmen mining, penambangan yang dilakukan
langsung ditambang dari gunung kromong yang terletak 1,5 km dari lokasi pabrik.
Adapun bahan lain seperti pasir silika didatangkan dari rembang, pasir besi
didatangkan dari cilacap serta gypsum didatangkan dari gresik. Penambangan
digunung kromong dilakukan secara terbuka dengan aktivitas penambangan sebagai
berikut :
1. Pelepasan
batu kapur
a. Pengupasan
(Stripping)
Pengelupasan dilakukan
untuk mengelupasi lapisan tanah yang menutupi batuan kapur. Pengelupasan
dilakukan kurang lebih sedalam 30 cm dengan menggunakan buldozer.
b. Pengeboran
Pengeboran dilakukan
dititik-titik tertentu pada batuan yang telah tersingkap dengan menggunakan
compressor rock drill. Pengeboran dilakukan dengan kedalaman 10 meter dan sudut
kemiringan 20°C dari bidang vertikal.
c. Peledakan
(Blasting)
Peledakan dilakukan
dengan memasukan dinamit (powergel) yang dihubungkan dengan detonator (alat
pemicu ledakan) pada dasar lubang batuan yang telah di bor, sebelum dilakukan
proses peledakan, permukaan ditutup terlebih dahulu menggunakan tanah.
Peledakan dilakukan dengan rata-rata jenjang 8-9 meter. Bahan peledak yang digunakan
adalah ANFO (Alumunium Nitrat Fuel Oil) yang merupakan campuran antara amonium
nitrat dengan solar dengan perbandingan kurang lebih 94,5%:5,5% berat
masing-masing.
2. Pengeceilan
ukuran Batuan (Breaking)
Ukuran
batuan hasil peledakan berupa limestone dan clay biasanya masih terlalu besar
(ukurannya lebih dari 1 m3). Batuan dipecahkan dengan menggunakan
rocker breaker (Axcavator yang ujungnya diganti denga hammer) agar mudah dalam
proses pengangkutan.
3. Pemuatan
(Loading) dan pengangkutan (Hauling)
Batuan
yang telah hancur kemudian dimuat kedalam dumptruk menggunakan wheel loader.
Dump truk akan mengangkut batuan dari tempat penambangan ke tempat penghancuran
(crusher).
4. Penghancuran
(Crushing)
Crushing
merupakan awal proses dari tahapan persiapan material. Limestone dan clay hasil
tambang yang masih berukuran besar dihancurkan didalam mesin pengahancur
(crusher). Crusher yang digunakan untuk menghancurkan limestone disebut
limestone crusher. Dan yang digunakan untuk menghancurkan clay disebut additive
crusher. Limestone yang diangkut oleh dump truk diumpankan menggunakan appron
feeder masuk kedalam crusher untuk dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil.
Debu yang keluar dari sisi discharge crusher akan ditarik oleh fan untuk
ditampung dalam dust collector yang berjenis bag filter.
Material
yang telah mengalami crushing dan debu yang telah dikumpulkan bag pilter akan
diangkut menggunakan belt conveyor menuju tripper. Pada proses crushing untuk
clay, selain dilengkapi dengan dust collector juga didukung dengan unit pemanas
yang berfungsi sebagai pengering clay yang memiliki kandungan air sangat tinggi
dibandingkan dengan limestone.
Gambar
2.2 Crusher untuk penghancur Limestone
Spesifikasi
:
(Kawasaki SAP-7/250N)
Capacity :
650 Tph
Motor :
850KW
2.3.2
Pengolahan
bahan baku
Proses ini
berlangsung secara berkelanjutan dengan menggunakan sejumlah peralatan utama
seperti reclaimer, weighing feeder,
drayer, raw grinding mill, serta peralatan transport seperti belt conveyor dan bucket elevator.
Berikut urutan proses pengolahan bahan baku
1. Pre-homogenizing
Limestone
yang membentuk tumpukan (piles) akan diruntuhkan dengan menggunakan alat yang
dinamakan limestone reclaimer. Alat
ini berfungsi sebagai alat untuk mencampur lapisan-lapisan limestone dalam piles. Kadar CaO Pada limestone sebelum dilakukan pembakaran harus berada pada kisaran
45-49% berat, sedangkan kondisi limestone hasil penambangan memiliki kadar Cao
Bervariasi sehingga diperlukan homogenisasi. Proses homogenisasi awal (pre-homogenizing) limestone dilakukan dengan menggunakan limestone reclaimer.
Setelah
dilakukan proses pre-homogenisasi, maka limestone dan clay masing-masing diangkut
menggunakan belt conveyor menuju limestone hopper (untuk limestone) dan
additive hopper (untuk clay). Selain itu, material lain seperti iron sand juga
diangkut menuju iron sand hopper dari belt feeder menggunakan belt conveyor,
namun karena jumlah iron sand yang digunakan sedikit maka tidak menggunakan
reclaimer, melainkan menggunakan truk untuk mengangkutnya dari stock yard
menuju belt feeder.
Gambar
2.3 Limestone Reclaimer
Spesifikasi :
Limestone Reclaimer
Type :
Bridge Type
Capacity :
280 Tph
2.
Weighing
Semen
terbuat dari campuran beberapa material dengan komposisi tertentu, yaitu
terdiri dari limestone,clay, pasir besi, pasir silika, dan gypsum. Untuk
menentukan berat dari masing-masing material maka akan terlebih dahulu
ditimbang menggunakan weighing feeder. Material yang ditimbang berasal dari
masing-masing hopper. Setelah mengalami proses penimbangan maka material
tersebut ditransportasikan menggunakan belt konveyor menuju raw mill.
Gambar 2.4 Weighing feeder untuk
menimbang material
3.
Grinding
Material
baku yang telah melewati proses weighing yang telah bercampur tersebut kemudian
melalui proses grinding dengan menggunakan raw grinding mill dengan type roller
mill. Tujuan dilakukan proses grinding adalah menghaluskan material dengan
diameter rata-rata kurang dari 90 µm. Sebelum material tersebut memasuki raw
grinding mill, material tersebut melewati classifier yang berfungsi memisahkan
material halus dengan material kasar. Material-material halus setelah
dipisahkan oleh classifier kemudian dibawa oleh udara menuju electrostatic
precipitator. Sedangkan material kasar disirkulasikan kembali dengan chain konveyer dan bucket elevator menuju classifier dan raw mill kembali. Dengan
diameter butiran material yang sangat kecil tersebut maka luas permukaan per
kilogram beratnya akan menjadi besar sehingga pada proses pembakaran nantinya
akan meyerap panas lebih baik.
Gambar 2.5 Raw Grinding Mill Type Roller
Spesifikasi
mesin :
Type : Kawasaki CK-310 Roller Mill
Capacity :
340 Tph
Dimension :
Ø 5,7m x L 8,6m
Feed size :
50 mm, under 90%
Max grain size : 100 mm
Grinding table : Nominal Ø 3100
mm
Outside Ø 4359 mm
Speed 29,7 rpm
Roller :
Nominal Ø 2410 mm
Width Ø 850 mm
4. Homogenizing
Material
yang telah dilakukan proses raw grinding mill tersebut kemudian dilanjutkan
dengan dengan proses homogenisasi (homogenizing) yang ditransportasikan dengan menggunakan
chain konveyer dan bucket elevator. Namun untuk mengetahui
besarnya ukuran debu dari material tersebut dilakukan sampling terlebih dahulu yang diambil dari material baku selama
perjalanan menuju homogenizing. Proses sampling dilakukan oleh Departmen Quality Control dan hasilnya dilaporkan
kepada operator CCR (Central Control Room
) jika hasilnya menyimpang dari range yang ditetapkan, maka operator akan
mensetting ulang besaran-besaran operasi misalkan dengan menaikkan putaran
motor classifier jika debu terlalu kasar sehingga debu yang keluar dari
classifier akan lebih halus.
Homogenisasi
pada prinsipnya adalah proses pengadukan material baku yang dilakukan dalam homogenizing silo. Hal ini dilakukan
karena komposisi material tersebut masih belum homogen. Proses pengadukan dalam
homogenizing silo tersebut menggunakan aliran udara yang dihembuskan oleh
blower.
Proses
homogenizing ini merupakan proses akhir dari tahap persiapan bahan baku.
Material tersebut kemudian di transportasikan dengan alat yaitu air sliding conveyer, bucket elevator,dan pneumatic konveyer.
Dan untuk mengukur berat material baku yang akan diumpankan ke suspension
preheater digunakan weighing feeder. Namun sebelum material memasuki pneumatic
konveyer, terlebih dahulu dilakukan sampling ulang untuk mengetahui komposisi
material setelah proses homogenisasi dan sebelum memasuki proses pemanasan awal
di suspension preheater. Proses penentuan komposisi material dilakukan dengan
menggunakan X-ray analyzer dibagian quality control.
Gambar
2.5 Homogenizing silo
2.4
Pembakaran
(Burning)
Tahapan kedua
dari proses pembuatan semen adalah proses pembakaran (burning), proses
pemanasan awal material dilakukan di suspension
preheater dengan menggunakan gas hasil pembakaran dari kiln dan cooler
dengan temperatur mencapai 1100°C. Material baku terlebih dahulu dimasukkan ke
dalam suspension preheater dengan pneumatic conveyer. Didalam suspension preheater aliran berawal dari
siklon tertinggi dan turun menjadi siklon terbawah. Gas panas dihisap oleh ID
fan dari kiln dan cooler menuju siklon tertinggi sehingga proses perpindahan
panas antara material panas dan gas panas terjadi secara counter flow. Perpindahan panas pada material terjadi secara
konveksi.
Gambar
2.6
Suspension Preheater
Suspension
preheater yang digunakan dilengkapi dengan calsiner dimana
proses pembakaran dilakukan didalamnya. Proses kalsinasi mulai terjadi pada
siklon paling bawah dengan temperatur material sekitar 750°C. Proses kalsinasi
bertujuan mengubah material baku menjadi klinker. Klinker yang keluar dari
suspension preheater melalui outlet duct kedua (siklon paling bawah) masuk kiln
melalui kiln feed end untuk melanjutkan proses kalsinasi yang telah
dilangsungkan di calsiner dan dua
siklon paling bawah dari suspension
preheater. Bahan bakar utama yang digunakan untuk proses pembakaran di kiln
adalah batu bara yang disuplai dari unit coal
mill.
Gambar
2.7 Material Yang dilakukan pembakaran pada Kiln
Setelah selesai
proses pembakaran di kiln maka material keluar melalui discharge end dari kiln menuju proses pendinginan yang dilakukan di
cooler. Proses pendinginan clinker di
cooler menggunakan aliran udara yang disuplai dari sejumlah blower. Aliran
udara pendingin tersebut masuk melalui celah-celah yang terdapat diantara grate
cooler. Akibat proses pendinginan tersebut, klinker yang awal masuk cooler
bertemperatur sekitar 1400°C turun hingga mencapai temperatur sekitar 220°C.
Batas maksimum temperatur udara yang keluar dari cooler sekitar 250°C dapat
menurunkan kemampuan Electrostatic Precipitator sehingga untuk menjamin tidak
dilampauinya batasan temperatur tersebut maka cooler dilengkapi dengan satu
unit water spray.
Gambar 2.8 Skema
pendinginan di Cooler
Sebelum dibuang
kelingkungan sekitar, udara dari cooler yang telah melewati electrostatic precipitator dengan
temperatur yang masih tinggi di ekstrak menuju suspension preheater yang digunakan sebagai udara pembakaran di calsiner yang biasa disebut tertiary air. Klinker yang telah
mengalami penurunan temperatur tersebut kemudian membeku dan membentuk gumpalan
karena pendinginan yang terjadi di cooler. Namun klinker yang telah membeku ini
akan menyulitkan proses transportasi menuju clinker
storage silo, maka klinker
tersebut terlebih dahulu dihancurkan di clinker
breaker yang terdapat di pintu keluar cooler. Setelah dihancurkan di clinker breaker tersebut maka dihasilkan
klinker dengan diameter sekitar 50 mm. Klinker yang keluar dari proses
penghancuran di clinker breaker
tersebut kemudian di transportasikan menuju dua buah clinker storage silo yang menggunakan drag chain konveyer dimana
klinker yang telah dihaluskan tersebut dipisahkan antara klinker dengan
kualitas yang baik dengan kualitas yang kurang baik di dua buah clinker storage silo secara terpisah.
2.5
Penggilingan
Akhir (Cement Mill)
Klinker yang
telah diangkut menuju clinker storage
silo kemudian di transportasikan menuju clinker
hopper dengan menggunakan bucket
elevator, dan belt conveyer.
Selain itu gypsum yang diangkut dari gypsum
yard menuju gypsum hopper dan
juga additive material diangkut menuju additive
hopper. Ketiga jenis material yang terdapat didalam hopper tersebut kemudian ditimbang dengan menggunakan weighing feeder sesuai dengan komposisi
semen yang dibutuhkan.
Klinker dan additive material tersebut kemudian
dicampur dan digiling dalam pre-grinding
mill. Hasil yang telah digiling hingga halus tersebut kemudian dialirkan
dengan aliran udara dari booster fan
menuju classifier,sedangkan yang
masih kasar akan jatuh kembali menuju bucket
elevator dan kemudian dikembalikan menuju pre-grinding mill.
Gambar
2.9 Finish Mill/Cement Mill
Material dari classifier yang masih kasar kemudian di
proses di cement mill yang dicampur dengan gypsum. Produk cement mill yang masih kasar tersebut kemudian diangkut bucket elevator menuju classifier sedangkan produk yang telah
halus pada classifier akan dialirkan menggunakan bag filter. Sedangkan cement halus yang telah diproses di cement mill kemudian diangkut dengan screw conveyer menuju dua jenis cement storage silo. Satu digunakan
untuk semen jenis Ordinary Portland
Cement (OPC) sedangkan yang kedua diisi dengan semen jenis campuran.
Gambar
2.10 Cement Silo
2.6
Pengepakan
(Packing)
Semen yang
berada dalam cement storage silo kemudian diangkut dengan air sliding conveyer menuju bucket
elevator dan kemudian dilewatkan pada vibrating
screen untuk menghancurkan gumpalan-gumpalan semen sehingga dapat terbentuk
debu seluruhnya. Dari vibrating screen kemudian semen di transportasikan ke
sejumlah feed bin dengan menggunakan air sliding conveyer dan dari
masing-masing feed bin akan mensuplai
semen menuju rotary feeder yang
berputar dan mengisi kantong-kantong semen yang dialirkan dengan menggunakan
udara bertekanan. Rotary feeder juga dilengkapi dengan peralatan kontrol yang
dapat mengatur jumlah semen yang akan dimasukkan kedalam kantong semen.
Kelebihan semen
yang dialirkan kedalam kantong semen kemudian ditampung dalam screw conveyer yang kemudian dialirkan
ke chain konveyer dan dilanjutkan
menuju bucket elevator untuk
diumpankan kembali ke dalam feed bin.
Kantong-kantong semen yang telah diisi kemudian ditransportasikan oleh belt conveyer menuju check weigher untuk dilakukan pengecekan
berat tiap kantong semen. Semen yang telah ditimbang beratnya tersebut kemudian
dilewatkan melalui sebuah bag cleaner yang berfungsi untuk menghisap debu yang
menempel dibagian luar kantong semen. Dari sini kantong semen tersebut
ditransportasikan kembali dengan menggunakan belt conveyer menuju dua buah bag
loader yang dilengkapi dengan lifting
yang berfungsi mengangkut dan mengarahkan kantong semen menuju ke truck. Semen yang telah di packing
tersebut memiliki berat sebesar 40 kg tiap kantong untuk jenis OPC,dan 50 kg
tiap kantong untuk semen PPC (Peuzolan Portland Cement) yang siap untuk
didistribusikan.
Gambar
2.11 Pengepakan Semen yang siap di Distribusikan